Senin, 14 Mei 2012
Only Tears (눈물만) Lyrics by Infinite (인피니트) Romanization, English & Indonesian Translation
Romanization
saranghanda mianhada
geurae deoneun andoegesseo
nan dagagal jagyeok jocha eobseo
nal saranghaji ma
naegen maeumeul naeeojul yeoyudo eobseo
maeireul himgyeopge salgo
haruga beogeowo ulgo
o nan.. nege jul su inneunge eobseo
missing U
ttatteutan maldo motae
I missing U
gamhi baral sudo eobseo
I missing U
ireoke mireonae
naegen gajingeon simjangppun motnan nomira
chamgoisseo apeujiman
naegen nunmuldo sachiya
neol barabol jagyeok jocha eobseo
nal baraboji ma
ara neo inneun geugose nae mami isseo
sumgyeori daheul georie
eonjena gateun jarie
o nan.. nege jul su inneunge eobseo
missing U
ttatteutan maldo motae
I missing U
gamhi baral sudo eobseo
I missing U
ireoke mireonae
sesang nuguboda
neoreul saranghagie chama deo
o nan.. ni son jabajul suga eobseo
missing you
nunmulman angilkkabwa
I missing you
hamkke hajal suga eobseo
I missing you
ireokke doraseo
naegen gajingeon simjangppun motnan nomira
English Translation
I love you. I’m sorry.
But I can’t do this anymore.
I don’t even have the right to get close to you.
Don’t love me.
I don’t have the ease of being able to give you my heart
I live every day beyond my strength,
each day is too much so I cry.
Oh, I.. I don’t have anything I can give you,
(but I’m) missing you.
I can’t even give you loving words,
but I’m missing you.
I can’t even boldly wish for you to be mine,
but I’m missing you.
So I push you away.
Because I’m a guy who has nothing but his own heart.
I’m holding back, even though it hurts.
Even tears are a luxury for me.
I don’t even have the right to look at you.
Don’t look at me.
I know that my heart is wherever you are.
Close enough our breaths can touch,
always in that same place.
Oh, I… I don’t have anything I can give you,
(but I’m) missing you.
I can’t even give you loving words,
but I’m missing you.
I can’t even boldly wish for you to be mine,
but I’m missing you.
So I push you away.
More than anyone else in this world
I love you, so I hold back
Oh I… I can’t hold your hand,
but I’m missing you.
I’m worried I might just have my tears to hold,
so I’m missing you.
I can’t tell you to stay with me,
but I’m missing you.
So it’s too much, but in the end…
It’s because I’m a man who has nothing but his own heart.
Indonesian Translation
Aku mencintaimu. Maafkan aku.
Tapi aku tidak bisa melakukannya lagi.
Aku tidak pernah punya hak untuk dekat denganmu.
Jangan mencintaiku.
Aku tidak mampu untuk memberimu hatiku
Setiap hari aku hidup melebihi tenagaku,
Setiap hari terlalu banyak jadi aku menangis
Oh, aku… tidak ada yang bisa aku berikan padamu,
(tapi aku) merindukanmu.
Aku bahkan tidak bisa memberimu kata-kata cinta,
Tapi aku merindukanmu.
Aku tidak berani berharap kau menjadi milikku,
Tapi aku merindukanmu.
Jadi aku menjauhimu.
Karena aku adalah pria yang tidak punya apa-apa selain hatinya sendiri.
Aku bertahan, walaupun menyakitkan.
Meskipun air mata membuatku nyaman.
Aku tidak berhak untuk melihatmu.
Jangan melihatku.
Aku tahu bahwa hatiku akan selalu bersamamu.
Cukup dekat sehingga nafas kita bisa saling terasa,
Selalu di tempat yang sama.
Oh, aku… tidak ada yang bisa aku berikan padamu,
(tapi aku) merindukanmu.
Aku bahkan tidak bisa memberimu kata-kata cinta,
Tapi aku merindukanmu.
Aku tidak berani berharap kau menjadi milikku,
Tapi aku merindukanmu.
Jadi aku menjauhimu.
Lebih dari orang lain di dunia ini
Aku mencintaimu, jadi aku bertahan.
Oh aku… aku tidak bisa menggenggam tanganmu,
Tapi aku merindukanmu.
Aku khawatir hanya memiliki air mata untuk ditahan,
lalu aku merindukanmu.
Aku tidak bisa memintamu untuk tetap bersamaku,
Tapi aku merindukanmu.
Ini berlebihan, tapi pada akhirnya…
Ini karena aku adalah pria yang tidak punya apa-apa selain hatinya sendiri.
Senin, 30 April 2012
Kamis, 19 April 2012
Draft 1 Part 2 (?)
Kyuhyun kembali ke dorm dengan wajah mengerikan. Ia membuka dan menutup pintu dengan keras, kemudian berteriak memanggil Heechul hyung-nya tanpa embel-embel ‘hyung’ lagi. Semua member yang tengah berada di dapur sontak kaget dan keheranan. Sebenarnya ada apa ini? Apa yang terjadi? Ada apa dengan mereka? Mengapa mereka jadi seperti ini? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang sempat terpikirkan oleh member Super Junior saat ini.
Saat ini, Super Junior tengah disibukkan oleh proses pembuatan album baru mereka, Super Junior 5Jib. Seharian ini mereka melakukan rekaman dan latihan dance untuk video klip pertama di album kelima ini. Mereka baru pulang ke dorm dan mulai istirahat beberapa saat lalu, tapi tiba-tiba Kim Heechul pulang dengan tampang acak-acakan dan mabuk. Ryeowook yang membukakan pintu untuk Heechul menjadi gelagapan saat melihat Heechul berjalan sempoyongan menuju dapur, dan langsung berteriak saat Heechul jatuh tersungkur di dekat kulkas super besar mereka. Teriakan membahana ditengah malam itulah yang membuat semua member Super Junior sekarang ini berkumpul di dapur. Dan mereka kembali tersentak oleh teriakan maknae mereka barusan.
“KIM HEECHUL!!!!!” teriak Kyuhyun penuh amarah di pintu dapur.
“Hya, Cho Kyuhyun! Kau ini berisik sekali.” Keluh Donghae sembari menutup telinganya dengan tangan.
“Kau ini kenapa, Kyu?” Tanya Iteuk yang tengah sibuk memegangi kedua kaki Heechul yang mabuk berat, bersiap mengangkatnya bersama Hyukjae dan Shindong.
Begitu Heechul diangkat oleh mereka, Yesung spontan menarik tangan Kyuhyun. “Jangan berdiri di pintu. Pamali. Kau juga menghalangi jalan.” Ucapnya dengan telunjuk mengacung dan mata setengah terbuka.
“Aigooo... sebenarnya berapa botol yang dia minum? Heisssy...” omel Iteuk sambil memukul-mukul punggungnya. Dia, Hyukjae dan Shindong baru saja memindahkan Heechul ke sofa ruang tengah.
“Punggungmu sakit, hyung?” tanya Ryeowook.
“Eo... sepertinya Heechul minum satu drum soju kali ini.” Jawab Iteuk masih memukul-mukul punggungnya sendiri.
“Kau benar-benar sudah tua ya, hyung.” Ucap Ryeowook polos seakan tanpa dosa.
“Sudahlah. Ayo tidur lagi. Kita ada schedule besok pagi.” Ucapan Sungmin membuat mereka melengos pergi meninggalkan ruang tengah. Bahkan Iteuk pun seakan lupa akan ‘hinaan polos’ Ryeowook padanya barusan.
“Kau tidak tidur?” tanya Sungmin, tapi yang ditanya tidak menjawab. Hanya terus memandangi Heechul yang tertidur di sofa dengan sorot tajam.
“Besok kau harus ceritakan semuanya padaku, oke? Selamat malam, Kyu.”
Dan Sungmin pun berlalu. Kini hanya tersisa mereka berdua di ruang tengah. Kyuhyun masih memandang tajam kearah Heechul, tanpa berkedip sama sekali. Tapi kemudian dia tersenyum mengejek lalu menjatuhkan diri ke sofa lainnya.
“Hah... Kau... Pria tua paling bodoh di dunia.”
*****
“Hyung bercanda, kan?”
“Ani.”
“Kenapa mendadak sekali?”
“Perasaanmu saja.”
“Wookie benar, hyung. Bukannya sesuai rencana kau baru akan wamil awal tahun depan?” tanya Donghae dibarengi anggukan member lain.
“Kemarin aku dapat surat panggilan lagi. Dan aku kekurangan alasan untuk menundanya lagi kali ini.”
“Tapi hyung... kita baru saja launching album. Kita bahkan baru mulai promo. Aku rasa perusahaan bisa...”
“Perusahaan memang bisa menundanya. Tapi kalau artisnya sendiri sudah menerima, perusahaan hanya bisa mendukung.” Sela menejer mereka.
“Mwo? Kenapa hyung terima?”
“Aku sudah cukup tua, Siwon-ah. Kwang Min Sajangnim juga sudah memberikan izin, berarti dia juga sudah memikirkan dan mempertimbangkan segalanya. Lagipula Sajangnim tidak akan membuat keputusan yang bisa merugikan perusahaan.” Jawab Heechul.
“Sudahlah. Chullie-ya, ayo berangkat. Para wartawan sudah memenuhi ruangan konferensi pers dibawah.”
“Ne. Aku sedikit nervous, hyung. Hahaha.” Ujar Heechul sambil berjalan menuju pintu ruang latihan Super Junior.
“Heechul hyung, HWAITING!!!” teriak member SuJu begitu Heechul hendak keluar ruangan.
“Ara.” Kata Heechul lalu menutup pintu.
“Ngomong-ngomong soal tua, Teuki hyung kan lebih tua dari Heechul hyung.” Ujar Wookie polos.
“Hya! Kau mau mati, hah?!” para member SuJu hanya bisa tertawa melihat leader mereka sewot.
*****
TBC (?)
Selasa, 27 Maret 2012
Draft 4
Seung Mi’s POV
“One, two, three, four, five, six, seven, eight... balas!”
“One, two, three, four, five, six, seven, eight.”
Pemanasan. Itulah yang sedang kami lakukan sekarang ini. Setiap sore kami rutin melakuan pemanasan ringan sebelum memulai kegiatan latihan untuk pementasan. Setelah pemanasan ringan, kami mulai berlari mengelilingi area parkir perpustakaan Multimedia yang menjadi tempat latihan rutin kami. Setelah berlari mengelilingi area parkir, kami melakukan peregangan otot selama beberapa saat, kemudian memulai latihan olah vokal.
Olahraga ringan tadi juga biasa disebut sebagai olah tubuh, meskipun kegiatan olah tubuh yang sebenarnya masih melibatkan beberapa gerakan khusus lagi.
“Suara perut!”
“Aaa! Iii! Uuu! Eee! Ooo!”
“Ulangi!”
“Aaa! Iii! Uuu! Eee! Ooo!”
“Suara dada!”
“Aaa! Iii! Uuu! Eee! Ooo!”
“Leher!”
“Aaa! Iii! Uuu! Eee! Ooo!”
“Ulangi semua masing-masing lima kali!”
Dan kami pun melakukan semua perintah tadi. Selalu. Setiap sore. Setiap hari. Selama dua minggu ini. Bosan? Belum. Capek? Belum juga. Semangat? Harus! Drama ini akan kami pentaskan diacara tahunan kampus, empat bulan dari sekarang.
Cho Kyuhyun, sunbae yang menjadi ketua kelompok klub teater di UKM tempatku bernaung. Orangnya tinggi, berwajah tampan, sangat disiplin, penuh talenta dan prestasi. Bicara seperlunya, menghina seenaknya. Itulah semboyan khas Kyuhyun sunbae yang kami –nyaris semua anggota klub, sematkan padanya. Dia tidak akan ragu-ragu menghina actingmu jika menurutnya itu pantas untuk dihina. Hampir semua anggota klub teater pernah menelan hinaannya di awal-awal bergabung di klub. Aku masih ingat saat pertama kali bergabung dan mendapat peran utama di sebuah drama. Saat itu drama yang akan kami pentaskan adalah drama bertemakan budaya. Sesuai peran yang akan aku mainkan, aku dituntut untuk bisa menangis penuh kesedihan tiga detik setelah aku tertawa-tawa bahagia. Setelah berlatih khusus adegan ini seharian, akhirnya aku bisa langsung meneteskan air mata tepat tiga detik setelah tertawa bahagia. Anggota lain memperlihatkan jempolnya padaku, tapi Kyuhyun sunbae tidak. Ekspresi wajahnya datar, tapi matanya tajam menusuk. Dia bersedekap kemudian berkata,
“Penjiwaan karakter tidak ada, ekspresi wajah datar, ekspresi mata biasa saja, gesture kaku. Kau sebut itu acting? Ck! Belum cukup terlambat untukmu mengundurkan diri.”
Aku nyaris sinting dibuatnya waktu itu. Pertama kali bermain drama pastilah akan sangat banyak kekurangan. Bahkan bagi yang sudah beberapa kali bermain drama pun masih sering merasa kurang disana-sini. Untungnya, saat itu tidak ada anggota lain yang bisa menggantikan peranku. Jadi aku tidak jadi dipecat bahkan sebelum debut (?). Tetapi sebagai gantinya, aku disuruh berlatih menangis di perempatan jalan raya depan kampusku. Masih terbayang wajah-wajah letih sehabis bekerja yang menatapku aneh. Mungkin mereka pikir aku orang gila. Bahkan ada yang menghampiriku dan menanyakan keadaanku yang menyedihkan. Sepertinya urat malu yang terbenam dalam diriku itu putus disana saat itu. Dan hasilnya? Aku sesenggukan nyaris semalaman. Huhuhu.
Di drama akhir tahun kemarin, aku menjadi istri Kyuhyun sunbae. Awalnya keluarga kami bahagia, sakinah mawaddah warahmah. Tapi semua berubah saat bisnisnya hancur. Kyuhyun sunbae memerankan tokoh suami yang baik, pengertian dan penuh cinta di dua adegan awal. Kemudian berubah menjadi suami yang stress dan ringan tangan di adegan selanjutnya. Sampai pada saat adegan dimana dia harus menamparku, dan dia benar-benar menampar wajahku saat itu. Padahal pada saat latihan dia tidak pernah melakukan kesalahan dengan benar-benar menamparku. Oh God! Aku benar-benar menangis di panggung, bukan acting lagi.
Para penonton puas dan tiada henti memuji penampilan kami. Mereka benar-benar menyukai adegan tamparan itu, bahkan menyalamiku dan melihat langsung bekas tangan yang masih tercetak jelas di pipiku. Haaahh! Untung saja si Cho Kyuhyun itu langsung meminta maaf padaku setelah turun panggung. Dan tanpa diduga, hal inilah yang membuat hubungan kami menjadi lebih dekat dan akrab. Bukan hubungan yang bisa membuatmu merona, tapi lebih seperti hubungan rekan kerja yang saling membutuhkan. Dia menjadi sering memintaku untuk membantunya menyeleksi naskah, audisi, dan meminta pendapatku tentang sesuatu. Dan aku pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mempermantap kualitasku di panggung dengan belajar langsung darinya.
Drama kali ini, Kyuhyun sunbae yang menjadi sutradara. Berdasarkan hasil audisi, aku mendapatkan peran sebagai seorang istri dari lelaki paling tampan dan kaya di sebuah desa. Lelaki itu juga baik dan meskipun dia sudah beristri, dia tetap menjadi pujaan gadis-gadis seantero desa. Yang memerankan lelaki itu adalah Shim Changmin, teman seangkatan yang berbeda jurusan denganku.
Changmin ini orangnya sedikit susah diatur, tapi acting dan penjiwaanya sempurna. Ini kali kedua aku berpasangan dengannya di drama. Tapi peran Changmin terancam diganti kali ini. Para tetuah klub teater yang tiba-tiba datang melihat latihan perdana kami tadi memutuskan kalau Changmin kurang cocok memerankan tokoh Suami, dan mendadak mengadakan audisi ulang untuk peran tersebut. Semua namja yang ambil bagian di drama ini wajib ikut audisi. Mereka disuruh berlatih sendiri selama setengah jam lalu audisi pun dimulai. Dan hasilnya? Im Seulong-lah yang lolos audisi untuk peran Suami. Oh My God! Kenapa harus dia?!
***
Im Seulong –seorang namja dengan tinggi badan lumayan menjulang, berwajah manis dan lumayan terawat untuk ukuran seorang namja, agak pendiam, namja pertama yang aku kenal semenjak berstatus mahasiswi. Dia satu jurusan dan satu kelas denganku selama 5 semester ini, bahkan kami pun ikut UKM dan tergabung dalam bidang yang sama, teater. Tapi semua itu tidak membuat kami akrab sama sekali. Sikapku yang sedikit cerewet dan kadang ceplas-ceplos sangat kontras dengan sikapnya yang pendiam. Seingatku, selama ini selalu aku duluan yang menyapanya, sedangkan dia hanya akan diam dan tersenyum singkat –yang benar-benar sangat manis, sebagai balasannya.
Namja itu, Seulong, sedang menenggak air mineral di sudut kiri panggung. Kami baru saja selesai latihan perdana menggunakan panggung. Sebelumnya kami hanya latihan di halaman kampus ataupun di halaman perpustakaan multimedia yang berada tepat di depan kampus kami. Latihan di ruangan terbuka seperti itu bukannya tanpa tujuan, tapi justru memiliki tujuan yang sangat jelas dan penting bagi para insan teater seperti kami. Bukan pula karena kami tidak memiliki ruangan latihan khusus atau apa, tapi karena dengan berlatih di tempat terbuka itu membantu kami untuk mengatur tempat pengeluaran suara serta membimbing kami untuk bisa memperbesar volume suara tanpa terdengar seperti berteriak. Sangat bermanfaat, bukan?
“3 detik lagi matamu bisa lepas jika kau masih tidak berkedip menatapnya.”
“ Ne? Eh? Mwoyaaa?”
“Kau!”
“Aku? Aku kenapa?”
“Dwaesso!” Kyuhyun sunbae kemudian menutup laptop dan bersiap bangun dari duduknya.
“Sunbaenim.” Tahanku tanpa menyentuhnya sama sekali. “Waeyo?”
“Wae? Seharusnya pertanyaan itu untukmu, nona Park.” Katanya datar tapi berkesan tajam seperti biasa.
“Aku... berbuat salah, ya? Mianhaeyo, sunbaenim. Tapi kali ini aku benar-benar tidak tahu letak kesalahanku dimana.” Aku berdiri dan memasang wajah bersalah lalu menunduk melihat kedua kakiku yang polos tanpa alas kaki.
“Sebenarnya kau ini kenapa?”
“Aku? Aku baik-baik saja, sunbae. Kau ini bicara apa sih?”
“Baik-baik saja? Kau sama sekali tidak baik-baik saja. Apa kau jatuh dari tempat tidur lagi?” eh? Apa-apaan Kyuhyun sunbae ini? Kenapa tiba-tiba mengingat insiden memalukan itu lagi? Lalu apa lagi ini? Dia memegang wajahku dan menggoyang-goyangkannya ke kiri ke kanan. “Tidak ada benjol ataupun bekas memar.” Katanya lalu melepaskan tangan besarnya dari wajahku.
“Haisss... mwoyaaa???” aku cemberut. Sudah aku bilang padanya berulang kali kalau saat itu Jisun sedang mimpi bermain bola dengan David Beckham, makanya dia tidak sengaja menendangku hingga jatuh dari tempat tidur kami. Saat itu seluruh anggota klub teater dan klub tari liburan bersama di gunung. Karena tempat tidur di penginapannya lumayan besar, jadi satu kamar dihuni oleh 3 orang, dan aku satu kamar dengan Jisun dan Haeyeon. Sialnya, saat para sunbae hendak membangunkan kami, saat itulah Jisun –yang tidur ditengah, bermimpi sedang melakukan adu penalti dengan David Beckham. Jisun menendangku yang tidur membelakanginya sehingga aku jatuh terguling dan kepalaku terantuk kaki meja. Hasilnya, seisi penginapan jadi terbangun karena gelak tawa membahana para senior dan jidatku benjol. Huhuhu. Memalukan!
“Sudahlah. Lebih baik kau pulang saja.”
“Eh?” terlambat. Kyuhyun sunbae sudah berjalan meninggalkanku. Aku hanya bisa melihatnya turun panggung dengan bingung.
“Hya! Kau ini kenapa?”
“Apanya? Kenapa kau juga bertanya seperti itu padaku?” ketusku pada Raeseok, temanku yang ambil bagian dalam dekorasi panggung.
“Kau sedikit aneh belakangan ini. Kyuhyun sunbae itu tadi berbicara panjang lebar dan menanyakan pendapatmu tentang beberapa dialog yang sudah direvisi. Tapi kau hanya diam seperti patung. Aku saja yang berada 3 meter dari kalian masih bisa mendengarnya. Ckckck.”
Benarkah? Astagaaa! Kesalahan-tidak-terdugaku lumayan fatal ternyata! Kyuhyun sunbae kan paling tidak suka dengan orang yang seperti itu! Haaaaahhh... ottohkae???
***
“Sunbaenim... joseonghamnida... aku benar-benar tidak bermaksud seperti itu kemarin. Jinja. Jangan marah padaku. Ne? Ne?” Kataku dalam sekali tarikan nafas. Aku buru-buru berlari ke arahnya saat melihat dia keluar dari ruangan.
“Aku lapar. Belikan aku jajangmyun dan kopi. Bawa ke basecamp.” Perintah Kyuhyun sunbae padaku. “Oh iya, jangan beli di kantin umum, beli saja di kantin Kedokteran, biar cepat. Waktumu 15 menit dari sekarang.” Tambahnya sambil melihat jam di tangan kirinya.
“Mwo?”
“Kantin Kedokteran disebelah sana.” Dia menunjuk kearah gedung paling tinggi di kampus kami lalu berjalan pergi. Yang benar saja?! Harga makanan di kantin Kedokteran itu dua kali lipat dari harga normal. Belum lagi aku harus melintasi lapangan sepak bola untuk bisa sampai kesana. Dan sekarang jam 1 siang yang cerah tanpa awan. Dan ini menjelang akhir bulan. Haaahh! Sunbae sialan!
***
Draft 3
Park Seung Mi POV
“Sunbaenim, aku menyukaimu.”
Aku nyaris tersedak orange juice yang kuminum. Kami sedang berada di koridor fakultas, tepatnya di depan ruang Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Seni dan Budaya Universitas Sungkyunkwan yang sudah melegenda. Sekarang ini sudah sore, jadi tidak mengherankan kalau yang berada disini bukan hanya aku dan dia saja, tetapi hampir semua mahasiswa pengurus BEM dan teman-temannya yang memang kegiatan rutinnya nongkrong di tempat ini setiap sore.
Namaku Park Seung Mi. Aku mahasiswi semester 7 jurusan Seni Musik di kampus ini, dan juga menjabat sebagai sekertaris umum BEM periode sekarang hingga periode selanjutnya. Aku sedang duduk bersandar di kursi paling ujung tempat ini dengan seperangkat laptop, earphone, beberapa map, bolpoint dan sekaleng orange juice di atas meja, melakukan kegiatan favoritku, berselancar di dunia maya. Aku rutin melakukannya dan sepertinya tidak akan pernah bosan untuk melakukannya.
Tadi itu aku sedang streaming drama favoritku yang sudah tayang tadi malam di televisi. Tapi apalah daya, aku hanya seorang mahasiswi yang tinggal di asrama kampus yang tidak memperbolehkan penghuninya memiliki televisi pribadi di kamar, karena sudah disediakan sebuah televisi yang ukurannya lumayan besar beserta ruangan khusus untuk menontonnya. Sial! Bagaimana mungkin aku bisa konsentrasi menonton jika gadis-gadis yang tinggal bersamaku di asrama ini selalu saja berpotensi membuat gaduh di jam-jam drama favoritku tayang. Jadi kuputuskan untuk menontonnya di internet saja esok harinya.
Dan hal itulah yang aku lakukan tadi sewaktu namja itu tiba-tiba datang dan tanpa permisi langsung duduk di sampingku sembari meletakkan tas ranselnya di meja panjang ini. Kutolehkan kepalaku sebentar ke arahnya, kemudian melanjutkan kembali aktivitas streaming favoritku tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Setelah drama yang kutonton berganti part, aku mem-pausenya sebentar kemudian meminum orange juice di hadapanku. Aku melihatnya memandangiku dengan kepala yang nyaris bersatu dengan ranselnya diatas meja. Sebenarnya aku sudah menyadarinya sejak tadi. Dia tidak pernah berhenti menatapku semenjak dia datang dan duduk disampingku. Tapi aku mengabaikannya, toh ini bukan hal yang asing lagi bagiku, karena dia sudah melakukannya selama hampir 4 bulan ini.
Namanya Lee Gikwang, mahasiswa jurusan Seni Tari semester 1. Ya, dia mahasiswa baru yang dulu aku ‘siksa’ saat ospek. Aku pernah menyuruhnya melakukan berbagai macam hal gila, yang tentu saja wajib untuk dia lakukan. Mulai dari merayu pohon, membaca puisi cinta ditengah lapangan di siang hari, memakai pakaian terbalik dengan warna-warna yang saling bertabrakan lalu kemudian menari-nari di depan Tugu Selamat Datang kampus kami, dan semacamnya. Aku bahkan pernah merendamnya di danau buatan kampus karena dia berani mengedipkan sebelah matanya kepadaku. Dia selalu saja mengeluh dan protes, tapi tidak pernah kuhiraukan. Toh pihak kampus sudah mengizinkan kami untuk ‘sedikit bermain-main’ dengan para mahasiswa baru selama masa ospek dengan syarat ‘permainan’ itu tidak akan membahayakan atau melukai mereka.
“Sunbaenim.”
“Mmm.”
“Sunbaeniiiimm.”
“Mwoya?” kutolehkan kepalaku untuk melihatnya. Kepalanya masih setia diatas ransel. Dia masih memandangku, lalu tersenyum.
Aku kembali meneguk orange juice-ku saat dia menegakkan kepalanya dan menghadapkan tubuhnya padaku. Sepertinya ekspresi wajahnya sedikit berubah.
“Sunbaenim, aku menyukaimu.”
*** *** ***
Pagi ini aku bangun lumayan siang. Setelah menguap lumayan lebar, aku bangun dan berusaha untuk duduk di kasurku yang empuk. Tapi ada apa ini? Usahaku untuk duduk gagal karena ada kaki yang bertengger indah di perutku. Ouh, pantas saja aku merasa sesak dan terbangun.
“Hya, Minji-ah... ireona...” kudorong kaki yang tidak sopan itu hingga kembali ke tempat yang sewajarnya. Tapi pemilik kaki itu tetap tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Dia malah berbalik memunggungiku dan kembali meletakkan kakinya diatas pinggul Yoonhee yang juga masih tertidur di sampingnya, seolah mencari posisi yang nyaman. Dan kelihatannya Yoonhee sama sekali tidak terganggu dengan hal itu. Dia bahkan tidak bergerak sama sekali saat Minji meletakkan kakinya dengan cara tidak halus keatas pinggulnya. Ck! Mereka berdua sama saja kalau menyangkut masalah tidur. Sama-sama tukang tidur dan sangat sulit saat dibangunkan. Dan akulah orang beruntung yang harus membangunkan mereka. Cih... Itulah yang selalu mereka katakan saat aku mengeluh tentang hal ini. Menyebalkan!
Aku bangkit dari kasur dan langsung menuju kamar mandi di sudut ruangan. Setelah selesai mandi dengan semua ritualnya (?), aku melangkah keluar kamar mandi dan mendapati Yoonhee dan Minji masih tertidur pulas dengan posisi yang sudah berubah. Sekarang kaki Minji tidak lagi berada di atas pinggul Yoonhee, karena Yoonhee sudah tidur di lantai dengan seluruh badan terbungkus selimut. Mirip kepompong yang belum berubah jadi kupu-kupu setelah sekian tahun. Hahaha
Ini hari minggu, dan aku punya kegiatan rutin setiap hari ini. Sudah bisa menebak apa kegiatan rutinku? Yup! Online sepanjang hari! Setiap hari minggu aku memang akan menghabiskan hari di salah satu sudut tak terduga di kampusku. Walaupun hari minggu, kampusku ini jarang sekali sepi. Selalu saja ada banyak mahasiswa yang datang ke kampus karena kegiatan klub atau organisasi. Untung saja organisasi yang aku ikuti suka mengadakan kegiatan ataupun pertemuan di hari sabtu, jadi rutinitas mingguku tidak terganggu.
Karena itulah, tempatku untuk online selalu berpindah-pindah, tergantung dimana tempat yang sedang sepi saat itu. Kan tidak seru kalau nanti ada orang yang mengganggu ditengah-tengah penghayatanku menonton drama. Konsentrasiku bisa buyar! Tapi aku tidak pernah sendirian. Ada Eun Min, mahasiswi sastra semester 7 yang juga punya hobi yang sama denganku. Bedanya, dia lebih sering mendownload berbagai macam video dan menontonnya di lain waktu. Sedangkan aku lebih suka untuk menontonnya langsung dan baru akan mendownload jika video itu benar-benar ingin kutonton tapi saat itu aku punya video lain yang juga harus atau sedang kutonton. Lagipula, toh aku bisa minta video sama Eun Min, karena sungguh, koleksi video download-annya benar-benar lengkap! Solusi yang bagus, kan? Hahaha
Kupandangi cermin besar yang berdiri kokoh disamping lemariku. Hari ini aku memakai celana jeans dengan hoodie hitam kebesaran bergambar Tazmania kesayanganku. Tak lupa pula kuikat rambut sebahuku ke belakang hingga menyerupai ekor kuda yang kurang panjang. Hmm... sepertinya penampilanku tidak terlalu buruk. Jadi buru-buru kumasukkan hp dan laptop beserta kawan-kawannya kedalam ransel dan memakainya, kemudian melirik Minji dan Yoonhee yang masih tertidur pulas padahal jam sudah menunjukkan angka 09.27 pagi. Aisssh...
“Hya... ireona...” kutendang kaki mereka dengan pelan. Tidak ada reaksi berarti. Kugoyang-goyangkan badan mereka dengan kakiku secara bergantian, mereka bereaksi, tapi bukan untuk bangun melainkan berguling ke samping dan kembali melanjutkan tidur. Aku menyerah! Yang penting aku sudah berusaha. Jadi aku memakai sepatuku dan keluar kamar meninggalkan mereka.
*** *** ***
Aku duduk di lantai disamping Eun Min. Sudah beberapa jam kami disini dan sekarang dia sudah mematikan laptop dan memasukkannya kedalam tas. Aku sendiri sudah berdiri dan membersihkan celanaku dari debu tipis akibat duduk di lantai. Hari sudah mulai sore, dan Eun Min ada janji sore ini dengan Changmin, pacarnya. jadi daripada aku online disini sendirian, lebih baik aku pulang saja ke asrama.
Aku dan Eun Min berpisah di tempat parkir Fakultas Sastra. Eun Min terlihat benar-benar bahagia saat menerima dan memakai helm yang disodorkan Changmin padanya. Kupandangi motor sport hitam Changmin hingga menghilang dari pandangan. Haaahhh... pikiranku melayang dengan mudahnya. Apa yang sedang dilakukan namja itu? Apa dia baik-baik saja? Makanan orang bule tidak membuatnya sakit perut, kan? Seingatku sudah hampir tiga bulan dia tidak menghubungiku sama sekali. Apa dia sudah lupa padaku? Atau jangan-jangan dia sedang tidak ada pulsa? Tapi mana mungkin seorang Kim Heechul tidak punya pulsa? Haaahhh... apa yang sedang kupikirkan? Tapi... dia benar-benar tidak lupa padaku, kan??? Awas saja kalau dia berani melupakanku. Aku patahkan hidung mancung tanpa oplas kebanggaannya itu!!!
*** *** ***
Lee Gikwang POV
Aku melihatnya lagi. Entah sudah berapa kali aku melihatnya duduk sendiri di gazebo tepi danau kampus. Gadis itu, sunbae favoritku, masih betah dengan posisi duduknya yang bersandar di tiang gazebo. Sudah setengah jam lebih aku memandanginya dari motorku yang sengaja aku parkirkan tidak jauh dari gazebo tempatnya duduk.
Biasanya, seseorang akan merasa sadar atau risih sendiri saat ada seseorang lain yang memandanginya dengan intens. Tapi hal itu tidak berlaku untuk gadis itu. Jangankan menyadari pandanganku, dia bahkan tidak sadar saat aku datang dan memarkirkan motorku tak jauh dari tempat duduknya lebih dari setengah jam yang lalu. Astagaaa...
Gadis aneh. Bukan, aku rasa kata ‘aneh’ kurang tepat untuknya. Dia itu... berbeda. Bahkan sangat berbeda dari gadis-gadis yang pernah aku temui sebelumnya. Dia satu-satunya gadis yang tidak berbinar-binar saat melihatku untuk pertama kalinya. Bukannya narsis, tapi aku ini benar-benar tampan dan cute. Bahkan ibu guru matematika yang sangat jarang tersenyum dan terkenal killer di beberapa generasi di SMA-ku itu mengatakan bahwa aku sangat tampan dan beliau berniat akan menjodohkan anak gadisnya denganku. Oh, yang benar saja! Apa kabar nasibku jika mendapat mertua yang sama sekali tidak punya sense of humour sepertinya. “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Haisss... Memikirkan hal ini selalu sukses membuatku merinding.
Rabu, 15 Februari 2012
Draft 2
Namaku Karin, Kim Karin. Aku adalah seorang mahasiswi semester 5 jurusan Psikologi di Universitas paling bergengsi di negeri ini. Yup, Universitas Indonesia. Aku berdarah campuran (kayak Hermione Granger di serial Harry Potter gitu. Hahaha). Serius!? Ayahku orang Inggris asli, sedangkan Ibuku campuran Indonesia-Korea. Alhasil, tidak heran kalau menurut lembaga survey wajahku berada diatas rata-rata. Hahaha. Narsis.com.
Aku ngga bahong kok! Sumpah!
Wajahku sama seperti orang barat (secara ayahku orang Inggris kan…) pada umumnya, tapi warna kulitku tidak sepucat mereka, rambut dan warna bola mataku hitam. Tinggi badanku juga standar, ngga tinggi menjulang seperti bule, tapi lumayan tinggilah untuk ukuran cewek Indonesia.
Aku anak ketiga dari tiga bersaudara. Kedua kakakku itu cowok, yang pertama namanya Kim Hyun Joong, dan yang kedua namanya Kim Hyung Joon. Aku sangat menyayangi mereka. Tapi sayangnya mereka sangat sibuk sehinga tidak punya cukup waktu untukku. Hyun Joong oppa sangat sibuk membantu ayah mengurus perusahaan, sedangkan Hyung Joon oppa baru saja mendapat gelar sarjana di Melbourne, Australia dan sekarang sedang mengurus untuk melanjutkan kuliah S-2nya di Amerika. WOW… Fantastic bukan?!
Itulah mereka. Kedua kakakku dengan segudang prestasi mereka yang sangat membanggakan. Tapi disinilah aku. Karin Kim. Hanya gadis biasa berstatus mahasiswi, yang kecanduan internet dan sangat tergila-gila dengan negeri Ginseng, tanah kelahiran kakekku, Korea. Mulai dari musik, film, drama, sampai pada kebiasaan dan cara hidup orang Korea pun sudah berada diluar kepalaku. Ckckck. Walaupun hal ini bukan sebuah ‘kebanggan’, tapi aku cukup bangga dengan diriku. Hehehe.
***
Nae sarangi.. naegaereohka..
Seunggyeowa tto naui gieoksoge..
Seuggyeo haetdeon.. nauie..
Geudae sarangeun.. naega animmeun..
Almyeosseodo ireohkae..
Tto haruman..
Ponselku berdeing nyaring melantunkan suara Xiah Junsu yang mengisi soundtrack drama korea kesayanganku sekarang, Sungkyunkwan Scandal. Kuraih ponsel yang berada didekat kepalaku. Tapi bukan untuk membaca SMS yang baru saja masuk, tapi hanya untuk melihat jam, serta melihat nama Si Pengirim SMS. Yoonhee unnie. Kira-kira nama itulah yang terbaca oleh mataku yang sangat enggan untuk terbuka, padahal jam sudah menunjukkan angka 09.17 pagi.
Neo gateun saram tto eopseo,,
juwireul dureobwado geujeo georeohdeongeol,,
eodiseo channi,,
Neo gatchi joheun saram,,
neo gatchi joheun saram,,
neo gatchi joheun ma eum,,
neo gatchi joheun seonmul,,
Neomu dahaeng iya aesseo,,
neorel jikyeojul geu sarami baro naraseo,,
eodiseo channi,,
Na gatchi haengbokhan nom,,
na gatchi haengbokhan nom,,
na gatchi unneun geureon,,
choegoro haengbokhan nom,,
ponselku kembali berdering. Kali ini lagu ‘No Other’ dari Super Junior yang mengalun lembut disekitar telingaku. Perlahan kuraih ponselku.
“yoboseyo…” kataku menerima telepon dengan mata yang masih tertutup.
“hyaaa!!! Kim Karin!!! Apa yang kau lakukan hah!?” teriak Si Penelpon-Pengganggu-Tidurku di minggu pagi ini.
“uummm… Yoonhee unnie ya? Waeyooo?” jawabku tak bertenaga menahan kantuk yang sangat luar biasa ini.
“hya!!! Kau masih tidur? Astaga! BANGUUUUUUUUUUUUUUUNNNNN!!!” Yoonhee unnie kembali berteriak ditelepon. Dan kali ini teriakan cemprengnya sukses membuat mataku terbuka sedikit.
“uummm… unnie, mwoya? Aku ngantuk sekali. Aku baru tidur jam 6 tadi..” sahutku sambil kembali memeluk bantal guling merahku yang empuk.
“anak ini benar-benar… aisshhhh” kudengar suara unnie kesal seperti ingin mencubitku sekuat tenaga. “ya sudah. Unnie cuma mau bilang kalau unnie punya tiket nonton Super Junior. Kalau berminat segera datang ke cafe sebelum siang ini. Kalau tidak tiketnya unnie kasih ke orang lain. Arasseo?!” tuut.. tuut.. tuut.. dan telepon pun terputus. Aku masih belum sadar untuk beberapa detik. Akhirnya mataku terbuka. Perlahan aku bangun dan duduk dengan tetap memeluk guling sambil menguap dengan malas.
Kupandangi kamarku yang lumayan berantakan akibat nonton DVD sejak kemarin pagi sampai pagi tadi. 1 kaleng Fanta, 1 botol Pulpy Orange, 1 botol Frestea Lemon, 1 botol AQUA 500 ml, 1 mangkuk salad buah, 1 kotak Pizza ukuran jumbo, serta beberapa bungkus makanan ringan berserakan disekitarku. Sepertinya aku telah berpesta ria seorang diri. Kusandarkan punggungku ke tempat tidur. Aku menghela nafas panjang sembari mencoba mengingat perkataan Yoonhee unnie ditelepon tadi.
“cafe..” gumamku. “datang ke cafe.. sebelum siang?” gumamku lagi. “untuk apa? Emang ada apaan di cafe pagi-pagi?” tanyaku pada diri sendiri.
Kuikat rambut sebahuku yang sudah bertambah panjang sambil terus berusaha mengingat perkataan Yoonhee unnie.
“Super Junior? Sepertinya tadi unnie nyebut itu deh… Chakkaman! Super Junior mau konser di cafe-nya Yoonhee unnie? Sulit dipercaya! Ini hebat!” ujarku setengah berteriak.
“aniyo… sepertinya ada yang salah… ini jelas tidak mungkin!” aku berusaha menenangkan diri dengan cara mengatur nafas perlahan-lahan.
Setelah tenang, aku berjalan menuju beranda kamarku yang terletak dilantai dua. Kubuka pintu beranda dan aku langsung menuju terali besi yang menjadi pagar beranda. Kuamati keadaan sekitar rumahku dari atas. Sepi. Disana hanya ada taman berisi bunga-bunga berbagai warna dan jenis, kolam ikan serta sebuah gazebo berukuran sedang yang berada tepat ditengah-tengah kolam. Tak lama kemudian kulihat mang Ujang berjalan sambil melantunkan lagu India favoritnya, “Kuch Kuch Hota He”. Dia berhenti tepat disebuah jembatan kecil yang menghubungkan taman dengan gazebo, lalu melihat kearahku sambil tersenyum, dan berkata, “Selamat pagi, non..” . aku hanya tersenyum dan kembali kedalam kamar. Aku terus berusaha menyusun puzzle kata yang diberikan Yoonhee unnie tadi. Belum sampai semenit, tiba-tiba ingatanku kembali! Akhirnya aku ingat juga kata-kata Yoonhee unnie ditelepon tadi! Tanpa aba-aba aku melirik jam dinding dan langsung berlari ke kamar mandi.
***
Kim Yoon Hee, 26 tahun, wanita berdarah Korea yang lahir dan besar di Indonesia. Dia memiliki sebuah cafe dan restoran Korea di tengah pusat kota Jakarta. Sementara Kim Min Ji, 21 tahun, adalah seorang mahasiswi jurusan Ekonomi di kampus yang sama denganku. Mereka berdua adalah sepupuku. Kami berasal dari nenek yang sama. Ibu Yoon Hee unnie adalah anak pertama nenekku, dia menikah dengan pria berkebangsaan Perancis. Sedangkan ayah Min Ji adalah anak kedua nenekku, dia menikah dengan wanita keturunan Rusia. Dan ibuku adalah anak ketiga –anak terakhir nenekku.
Saat ini aku dan Min Ji berada di ruangan pribadi Yoon Hee unni, yang sedang keluar untuk urusan mendadak. Min Ji masih asyik dengan makan siangnya, sedangkan aku lebih memilih untuk mencari posisi nyaman untuk melanjutkan tidur-yang-tertunda di sofa empuk ini.
Belum sempat aku memejamkan mata, pintu ruangan terbuka dan Yoon Hee unnie masuk ke ruangan dan meletakkan beberapa map serta tas tangan cantik berwarna cokelat pastel yang senada dengan warna bajunya, di atas meja kerjanya.
“Kau sudah makan siang, Karin?” tanya Yoon Hee unnie saat ia duduk di sofa depan Min Ji.
“Dia sepertinya lebih butuh tidur dari pada makan, unnie.” Min Ji mewakiliku menjawab pertanyaan kakak sepupu kami dengan mulut penuh nasi goreng.
“Haisss... kau begadang menonton DVD lagi? Drama apa kali ini?”
“Sungkyunkwan Scandal. Iya kan, Rin-ah?” lagi-lagi Min Ji yang menjawab pertanyaan unnie untukku. Jadi aku hanya mengangguk mengiyakan, lalu kulihat Yoon Hee unnie mendelik dan berdecak sebal melihat Min Ji makan sambil twitteran di laptop.
“Min Ji-ah... sudah berapa kali unnie katakan padamu? Kalau makan ya makan, online ya online. Jangan mengerjakan keduanya disaat yang bersamaan!” omel Yoonhee unnie.
“Lebih praktis seperti ini kan, unnie? Maag-ku tidak perlu kambuh dan waktu online-ku tidak perlu berkurang.”
“Praktis apanya? Ini membuang-buang waktu namanya, Kim Min Ji. Coba kau pikir. Kalau kau hanya makan saja, nasi goreng kesukaanmu itu bisa kau habiskan sebelum benar-benar dingin, dan setelah itu kau bisa online sepuasnya. Tapi kalau kau makan sambil terus online seperti ini, waktu makanmu akan lama sehingga nasi gorengmu akan dingin sedingin temperatur AC ruangan. Dan waktu online-mu juga akan terganggu karena kau harus menyendok nasi goreng-mu disela-sela kesibukan tanganmu yang mengetik atau mengendalikan kursor. Belum lagi kalau...”
“Ne... arassoyo, unnie-ah...” sela Min Ji dengan bibir yang maju beberapa senti karena manyun. Aku hanya bisa tersenyum melihat kelakuan keduanya.
“Unnie, sebenarnya ada apa sampai menyuruh kami kesini?” tanyaku langsung saat melihat Yoon Hee unnie masih belum rela mengakhiri omelannya untuk Min Ji. Aku benar-benar butuh tidur walau sejenak saat ini. Kepalaku terasa berat dan pandanganku sudah mulai tidak fokus.
“Sudah unnie duga, kau masih tidur saat mengangkat teleponku tadi. Ck! Coba kau lihat kantung matamu. Aigooo... sebotol concealer pun tidak akan bisa menyamarkannya.” Kenapa aku jadi ikut diomeli olehnya? Menyebalkan!
“Jadi ada apa unnie memanggil kami kesini?” tanya Min Ji. Piring nasi gorengnya sudah benar-benar bersih sekarang.
Yoon Hee unnie berdiri lalu berjalan ke meja kerjanya. Dia membuka laci dan mengeluarkan dua buah amplop putih berbeda ukuran lalu memberikan satu ke Min Ji.
“Ige mwoya?”
“Buka saja.”
Min Ji membuka amplop itu dan menarik keluar 3 lembar kertas yang memanjang. Mata Min Ji seketika membesar. “Ige...” katanya terbata sambil melihat Yoon Hee unnie, lalu melihatku, lalu kembali melihat 3 lembar kertas yang dipegangnya.
“Eo... itu adalah...”
“TIKET KONSER SUJU!!! AAAAAAAAAAAA... UNNI-AH GOMAWOOOOOOOOOOO...” Min Ji berteriak histeris dan langsung melompat memeluk Yoon Hee unnie sebentar dan kemudian melompat lagi kearahku dengan histeris. Aku tidak tahu apa lagi yang dia lakukan setelahnya, yang pasti kepalaku terasa ringan kembali dan segala rasa kantuk yang menggelayutiku tadi sirna seketika.
***
Seingatku, ini adalah acara ‘pulang kampung’ paling indah yang pernah aku, atau kami –aku, Min Ji dan Yoon Hee unnie- alami. Bagaimana tidak? Baru kali ini nenek kami, Si Nyonya Besar Kim yang dikenal sangat menyayangi dan tidak bisa lepas dari ketiga cucu perempuannya itu memberi kami tiket gratis Korea-Indonesia Indonesia-Korea plus uang saku dan biaya hidup selama 2 minggu di Seoul! Aku ulangi, DUA MINGGU!!! Omonaaa... ini keajaiban namanya! Awalnya aku pikir tiket yang Yoon Hee unnie berikan beberapa hari yang lalu itu murni pemberiannya. Ternyata aku salah. Tiket konser Super Junior serta tiket pesawat itu semua pemberian nenek. Benar-benar tidak terduga! Min Ji saja sampai menganga lebar saat mengetahuinya. Ckckck.
Ini adalah hari kedua kami di Seoul. Karena kemarin kami bertiga kecapekan dan masih jet-lag, kami sepakat untuk istirahat seharian dan baru mulai jalan-jalan hari ini. Ah... rasanya aku sudah tidak sabar untuk menjelajahi Seoul lagi. Sekarang sudah masuk musim gugur, musim yang benar-benar membuatku jatuh cinta. Pemandangannya, suasananya, aromanya... seandainya Indonesia juga punya musim gugur. Pasti akan lebih mengasyikkan. Atau seandainya Si Nyonya Besar Kim tidak mewajibkan semua cucu perempuannya untuk tetap tinggal dan menetap di negara kelahirannya, Indonesia, mungkin saja sekarang kami –atau aku sendiri lebih tepatnya, sudah ada di London dan jika beruntung pasti sudah bisa bertemu Daniel Radcliffe. Hahaha.
Ting Tong...
Eh? Kami kedatangan tamu pagi-pagi begini? Siapa? Kami kan juga tamu di negara ini?
Kudekati intercom dan melihat siapa yang datang. Seorang wanita. Siapa ya?
“nuguseyo?” tanyaku setelah menekan salah satu tombol.
“annyeong haseyo. Choneun Kang Hae Yeon imnida. Boleh aku masuk?” jawab wanita itu.
“ne, silakan masuk.” Kutekan tombol pembuka kunci di intercom dan menunggu wanita itu masuk.
“annyeong haseyo. Choneun Kang Hae Yeon imnida. Aku sekertaris Tn. Lee. Bangapseumnida.” Katanya memperkenalkan diri sambil mengangguk sedikit. Cih... sombong sekali. Jadi yang bisa aku lakukan adalah...
“annyeong haseyo Kang Hae Yeon-ssi. Choneun Kim Karin imnida. Bangapseumnida.” Dengan suara tidak kalah anggun dan sedikit mengangguk, tentu saja.
“ne, bangapseumnida. Apa Kim Yoon Hee-ssi dan Kim Min Ji-ssi juga sudah siap?” tanya Kang Hae Yeon setelah meneliti penampilanku dari atas ke bawah. Sedikit mengeryit, sepertinya.
Apa-apaan wanita ini? Dia tidak sadar ya kalau tindakannya barusan bisa membuat siapa saja risih? Ck! Kurang sopan! Oke, jika memang penampilanku harus dibandingkan dengannya, jelas saja aku kalah modis. Dia memakai setelan semi-formal yang sangat pas membalut tubuh ramping sempurnanya. Dipadukan dengan stiletto berwarna senada serta tas tangan yang elegan. Sepertinya tas tangan itu adalah tas tangan yang sama dengan yang ada di majalah mode yang aku baca di pesawat kemarin. Dan aku? Aku hanya memakai celana jeans biasa dengan hoodie bergambar Tazmania kesayanganku yang aku beli di London akhir tahun lalu. Plus sepatu kets dan rambut dikuncir kuda. Haaahhh... perbandingan yang cukup mengerikan, sepertinya.
“Rin-ah, siapa yang datang?” Min Ji menghampiri kami dengan roll rambut yang masih terpasang.
“Kang Hae Yeon imnida. Hari ini aku harus mengantarkan kalian bertiga ke suatu tempat. Apa kalian sudah siap? Jujur saja, 2 jam lagi aku ada rapat penting. Dan sebelum itu aku harus pastikan kalian sudah ada di tempat yang telah ditentukan.” Katanya dengan kesan angkuh yang sama sekali tidak berusaha ditutupi.
“kenapa kami harus ikut denganmu? Kau siapa?” Yoon Hee unnie memandang wanita bermarga Kang itu dari atas ke bawah. Pandangannya biasa saja. Tidak mengeryit seperti yang wanita itu lakukan padaku. Lalu dengan santainya Yoon Hee unnie duduk di pinggiran sofa sembari memakai sepatu bertali rumit yang baru aku lihat. Mungkin produk keluaran terbaru, unnie kan memang sedikit sinting soal sepatu. Yang tidak aku duga, wanita bermarga Kang ini sepertinya tertarik dengan sepatu Yoon Hee unnie. tadi dia terus memperhatikan sepatu yang dipakai Yoon Hee unnie, kemudian mendengus sebal, walau berusaha ia samarkan.
“aku sekertaris Tn.Lee. Beliau adalah rekan Nyonya Kim, nenek kalian. Dan tugasku hari ini adalah mengantar kalian menemui beliau. Setelah itu mungkin akan ada guide yang akan menemani kalian selama...”
“tidak perlu! Kau pikir ini kunjungan pertama kami di Korea?” sela Min Ji merasa diremehkan.
“terserah... jadi bisa kita berangkat sekarang?”
***
-TBC- (?)
Langganan:
Postingan (Atom)