Park Seung Mi POV
“Sunbaenim, aku menyukaimu.”
Aku nyaris tersedak orange juice yang kuminum. Kami sedang berada di koridor fakultas, tepatnya di depan ruang Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Seni dan Budaya Universitas Sungkyunkwan yang sudah melegenda. Sekarang ini sudah sore, jadi tidak mengherankan kalau yang berada disini bukan hanya aku dan dia saja, tetapi hampir semua mahasiswa pengurus BEM dan teman-temannya yang memang kegiatan rutinnya nongkrong di tempat ini setiap sore.
Namaku Park Seung Mi. Aku mahasiswi semester 7 jurusan Seni Musik di kampus ini, dan juga menjabat sebagai sekertaris umum BEM periode sekarang hingga periode selanjutnya. Aku sedang duduk bersandar di kursi paling ujung tempat ini dengan seperangkat laptop, earphone, beberapa map, bolpoint dan sekaleng orange juice di atas meja, melakukan kegiatan favoritku, berselancar di dunia maya. Aku rutin melakukannya dan sepertinya tidak akan pernah bosan untuk melakukannya.
Tadi itu aku sedang streaming drama favoritku yang sudah tayang tadi malam di televisi. Tapi apalah daya, aku hanya seorang mahasiswi yang tinggal di asrama kampus yang tidak memperbolehkan penghuninya memiliki televisi pribadi di kamar, karena sudah disediakan sebuah televisi yang ukurannya lumayan besar beserta ruangan khusus untuk menontonnya. Sial! Bagaimana mungkin aku bisa konsentrasi menonton jika gadis-gadis yang tinggal bersamaku di asrama ini selalu saja berpotensi membuat gaduh di jam-jam drama favoritku tayang. Jadi kuputuskan untuk menontonnya di internet saja esok harinya.
Dan hal itulah yang aku lakukan tadi sewaktu namja itu tiba-tiba datang dan tanpa permisi langsung duduk di sampingku sembari meletakkan tas ranselnya di meja panjang ini. Kutolehkan kepalaku sebentar ke arahnya, kemudian melanjutkan kembali aktivitas streaming favoritku tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Setelah drama yang kutonton berganti part, aku mem-pausenya sebentar kemudian meminum orange juice di hadapanku. Aku melihatnya memandangiku dengan kepala yang nyaris bersatu dengan ranselnya diatas meja. Sebenarnya aku sudah menyadarinya sejak tadi. Dia tidak pernah berhenti menatapku semenjak dia datang dan duduk disampingku. Tapi aku mengabaikannya, toh ini bukan hal yang asing lagi bagiku, karena dia sudah melakukannya selama hampir 4 bulan ini.
Namanya Lee Gikwang, mahasiswa jurusan Seni Tari semester 1. Ya, dia mahasiswa baru yang dulu aku ‘siksa’ saat ospek. Aku pernah menyuruhnya melakukan berbagai macam hal gila, yang tentu saja wajib untuk dia lakukan. Mulai dari merayu pohon, membaca puisi cinta ditengah lapangan di siang hari, memakai pakaian terbalik dengan warna-warna yang saling bertabrakan lalu kemudian menari-nari di depan Tugu Selamat Datang kampus kami, dan semacamnya. Aku bahkan pernah merendamnya di danau buatan kampus karena dia berani mengedipkan sebelah matanya kepadaku. Dia selalu saja mengeluh dan protes, tapi tidak pernah kuhiraukan. Toh pihak kampus sudah mengizinkan kami untuk ‘sedikit bermain-main’ dengan para mahasiswa baru selama masa ospek dengan syarat ‘permainan’ itu tidak akan membahayakan atau melukai mereka.
“Sunbaenim.”
“Mmm.”
“Sunbaeniiiimm.”
“Mwoya?” kutolehkan kepalaku untuk melihatnya. Kepalanya masih setia diatas ransel. Dia masih memandangku, lalu tersenyum.
Aku kembali meneguk orange juice-ku saat dia menegakkan kepalanya dan menghadapkan tubuhnya padaku. Sepertinya ekspresi wajahnya sedikit berubah.
“Sunbaenim, aku menyukaimu.”
*** *** ***
Pagi ini aku bangun lumayan siang. Setelah menguap lumayan lebar, aku bangun dan berusaha untuk duduk di kasurku yang empuk. Tapi ada apa ini? Usahaku untuk duduk gagal karena ada kaki yang bertengger indah di perutku. Ouh, pantas saja aku merasa sesak dan terbangun.
“Hya, Minji-ah... ireona...” kudorong kaki yang tidak sopan itu hingga kembali ke tempat yang sewajarnya. Tapi pemilik kaki itu tetap tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Dia malah berbalik memunggungiku dan kembali meletakkan kakinya diatas pinggul Yoonhee yang juga masih tertidur di sampingnya, seolah mencari posisi yang nyaman. Dan kelihatannya Yoonhee sama sekali tidak terganggu dengan hal itu. Dia bahkan tidak bergerak sama sekali saat Minji meletakkan kakinya dengan cara tidak halus keatas pinggulnya. Ck! Mereka berdua sama saja kalau menyangkut masalah tidur. Sama-sama tukang tidur dan sangat sulit saat dibangunkan. Dan akulah orang beruntung yang harus membangunkan mereka. Cih... Itulah yang selalu mereka katakan saat aku mengeluh tentang hal ini. Menyebalkan!
Aku bangkit dari kasur dan langsung menuju kamar mandi di sudut ruangan. Setelah selesai mandi dengan semua ritualnya (?), aku melangkah keluar kamar mandi dan mendapati Yoonhee dan Minji masih tertidur pulas dengan posisi yang sudah berubah. Sekarang kaki Minji tidak lagi berada di atas pinggul Yoonhee, karena Yoonhee sudah tidur di lantai dengan seluruh badan terbungkus selimut. Mirip kepompong yang belum berubah jadi kupu-kupu setelah sekian tahun. Hahaha
Ini hari minggu, dan aku punya kegiatan rutin setiap hari ini. Sudah bisa menebak apa kegiatan rutinku? Yup! Online sepanjang hari! Setiap hari minggu aku memang akan menghabiskan hari di salah satu sudut tak terduga di kampusku. Walaupun hari minggu, kampusku ini jarang sekali sepi. Selalu saja ada banyak mahasiswa yang datang ke kampus karena kegiatan klub atau organisasi. Untung saja organisasi yang aku ikuti suka mengadakan kegiatan ataupun pertemuan di hari sabtu, jadi rutinitas mingguku tidak terganggu.
Karena itulah, tempatku untuk online selalu berpindah-pindah, tergantung dimana tempat yang sedang sepi saat itu. Kan tidak seru kalau nanti ada orang yang mengganggu ditengah-tengah penghayatanku menonton drama. Konsentrasiku bisa buyar! Tapi aku tidak pernah sendirian. Ada Eun Min, mahasiswi sastra semester 7 yang juga punya hobi yang sama denganku. Bedanya, dia lebih sering mendownload berbagai macam video dan menontonnya di lain waktu. Sedangkan aku lebih suka untuk menontonnya langsung dan baru akan mendownload jika video itu benar-benar ingin kutonton tapi saat itu aku punya video lain yang juga harus atau sedang kutonton. Lagipula, toh aku bisa minta video sama Eun Min, karena sungguh, koleksi video download-annya benar-benar lengkap! Solusi yang bagus, kan? Hahaha
Kupandangi cermin besar yang berdiri kokoh disamping lemariku. Hari ini aku memakai celana jeans dengan hoodie hitam kebesaran bergambar Tazmania kesayanganku. Tak lupa pula kuikat rambut sebahuku ke belakang hingga menyerupai ekor kuda yang kurang panjang. Hmm... sepertinya penampilanku tidak terlalu buruk. Jadi buru-buru kumasukkan hp dan laptop beserta kawan-kawannya kedalam ransel dan memakainya, kemudian melirik Minji dan Yoonhee yang masih tertidur pulas padahal jam sudah menunjukkan angka 09.27 pagi. Aisssh...
“Hya... ireona...” kutendang kaki mereka dengan pelan. Tidak ada reaksi berarti. Kugoyang-goyangkan badan mereka dengan kakiku secara bergantian, mereka bereaksi, tapi bukan untuk bangun melainkan berguling ke samping dan kembali melanjutkan tidur. Aku menyerah! Yang penting aku sudah berusaha. Jadi aku memakai sepatuku dan keluar kamar meninggalkan mereka.
*** *** ***
Aku duduk di lantai disamping Eun Min. Sudah beberapa jam kami disini dan sekarang dia sudah mematikan laptop dan memasukkannya kedalam tas. Aku sendiri sudah berdiri dan membersihkan celanaku dari debu tipis akibat duduk di lantai. Hari sudah mulai sore, dan Eun Min ada janji sore ini dengan Changmin, pacarnya. jadi daripada aku online disini sendirian, lebih baik aku pulang saja ke asrama.
Aku dan Eun Min berpisah di tempat parkir Fakultas Sastra. Eun Min terlihat benar-benar bahagia saat menerima dan memakai helm yang disodorkan Changmin padanya. Kupandangi motor sport hitam Changmin hingga menghilang dari pandangan. Haaahhh... pikiranku melayang dengan mudahnya. Apa yang sedang dilakukan namja itu? Apa dia baik-baik saja? Makanan orang bule tidak membuatnya sakit perut, kan? Seingatku sudah hampir tiga bulan dia tidak menghubungiku sama sekali. Apa dia sudah lupa padaku? Atau jangan-jangan dia sedang tidak ada pulsa? Tapi mana mungkin seorang Kim Heechul tidak punya pulsa? Haaahhh... apa yang sedang kupikirkan? Tapi... dia benar-benar tidak lupa padaku, kan??? Awas saja kalau dia berani melupakanku. Aku patahkan hidung mancung tanpa oplas kebanggaannya itu!!!
*** *** ***
Lee Gikwang POV
Aku melihatnya lagi. Entah sudah berapa kali aku melihatnya duduk sendiri di gazebo tepi danau kampus. Gadis itu, sunbae favoritku, masih betah dengan posisi duduknya yang bersandar di tiang gazebo. Sudah setengah jam lebih aku memandanginya dari motorku yang sengaja aku parkirkan tidak jauh dari gazebo tempatnya duduk.
Biasanya, seseorang akan merasa sadar atau risih sendiri saat ada seseorang lain yang memandanginya dengan intens. Tapi hal itu tidak berlaku untuk gadis itu. Jangankan menyadari pandanganku, dia bahkan tidak sadar saat aku datang dan memarkirkan motorku tak jauh dari tempat duduknya lebih dari setengah jam yang lalu. Astagaaa...
Gadis aneh. Bukan, aku rasa kata ‘aneh’ kurang tepat untuknya. Dia itu... berbeda. Bahkan sangat berbeda dari gadis-gadis yang pernah aku temui sebelumnya. Dia satu-satunya gadis yang tidak berbinar-binar saat melihatku untuk pertama kalinya. Bukannya narsis, tapi aku ini benar-benar tampan dan cute. Bahkan ibu guru matematika yang sangat jarang tersenyum dan terkenal killer di beberapa generasi di SMA-ku itu mengatakan bahwa aku sangat tampan dan beliau berniat akan menjodohkan anak gadisnya denganku. Oh, yang benar saja! Apa kabar nasibku jika mendapat mertua yang sama sekali tidak punya sense of humour sepertinya. “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Haisss... Memikirkan hal ini selalu sukses membuatku merinding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar